Senin, 22 April 2013

TUGAS 1 HUKUM PERBURUHAN


1.  Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak (peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis), hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasil kerjaannya itu berupa benda immateril (benda yang tidak berwujud). Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berpikir, cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis. Orang yang bergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.
Hak kekayaan intelektual diklasifikasikan termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian hukum benda. Khusus mengenai hukum benda di sana terdapat pengaturan tentang hak kebendaan. Hak kebendaan itu sendiri terdiri atas hak benda materil dan immaterial. Pembahasan terletak pada hak benda immateril, yang dalam perpustakaan hukum sering disebut dengan istilah hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights) yang terdiri dari Copy Rights (Hak Cipta) dan Industrial Property Rights (Hak Kekayaan Industrian).

1.1.    Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HAKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HAKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta pada tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HAKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Lalu, pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan atau bajakan.
Sedangkan pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HAKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HAKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HAKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI dan sosialisasi sistem HAKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Lalu, pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta tahun 1987. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten tahun 1989 dan UU Merek tahun 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HAKI, yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dan tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama akan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
2.  Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Berdasarkan rumusan pasal 1 UHC Indonesia). Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang mengganggu atau yang menggunakankannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.
Hak cipta merukan hak eklusif yang member arti bahwa selain pencipta, maka orang lain tidak berhak atasnya, kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata, karena hak cipta mempunyai sifat manuggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya penjelasan pada pasal 4 ayat 1 UHC Indonesia. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
2.1.    Istilah-istilah dalam Hak Cipta
2.1.1.      Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat.

2.1.2.     Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
2.1.3.     Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliaannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
2.2.    Sejarah Hak Cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern, agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights  atau TRIPs (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1972.
2.3.    Undang-Undang Hak Cipta
Undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 19 tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 tahun 1982 menggantikan Auteurswet  1982. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang diciptakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta tahun 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 tahun 2002.
Batasan-batasan yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia pada ayat 1, yaitu sebagai berikut.
Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a)      Buku, program computer, pamphlet, susunan perwajahan (layout), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b)     Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c)      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d)     Lagu atau music dengan atau tanpa teks.
e)     Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f)       Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
g)     Arsitektur.
h)     Peta.
i)       Seni batik.
j)      Fotografi.
k)     Sinematografi.
l)       Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil pengalih wujudan.

3.  Hak Paten
Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hak Paten tersebut terdapat pada UU No. 14 tahun 2001, pasal 1 ayat 1. Sementara itu, arti Invensi dan Inventor yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah sebagai berikut:
1)    Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU No. 14 tahun 2001, pasal 1 ayat 2).
2)   Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU No. 14 tahun 2001, pasal 1 ayat 3).
Kata paten sendiri berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik) dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep hak paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian hak paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, maka sistem hak paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

4.  Hak Merk
Merk merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dengan merek lain untuk produk sejenis, digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sedangkan Hak Merk adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
4.1.    Fungsi Merk
Merk memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai berikut:
1)    Sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lain.
2)   Membedakan suatu produk dengan produk lainnya (jati diri produk).
3)   Menentukan mutu atau kualitas produk.
4)   Sebagai alat atau media promosi suatu produk.
4.2.    Jenis-Jenis Merk
1)    Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2)   Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3)   Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya.


4.3.    Citra Merk
Citra Merk adalah gambaran mental subjektif tentang merk yang sama-sama dianut oleh sekelompok orang. Komponen-komponen citra merk,yaitu sebagai berikut:
1)    Konten yaitu menjelaskan apakah konten dari suatu merk kuno atau modern.
2)   Favorabilitas yaitu menjelaskan kegemaran konsumen terhadap produk tersebut positif atau negatif.
3)   Kekuatan yaitu menjelaskan sejauh mana asosiasi dirasa positif atau negatif.
4.4.    Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual
Secara konvensional bahwa merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan dapat diperpanjang selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
4.5.    Hal-Hal yang Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di Daftarkan
1)    Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
2)   Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.
3)   Tidak memiliki daya pembeda.
4)   Telah menjadi milik umum.
5)   Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).




Sumber:
1.  Saidin, H. OK. S.H., M. Hum, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Edisi Revisi 6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar