1. Desain Industri
Desain Industri adalah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna,
atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga demensi
atau dua dimensi yang memberikan kesan estatis dan dapat diwujud kan dalam pola tiga demensi atau dua
demensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Desain Industri juga
merupakan cabang HAKI yang melindungi penampakan luar suatu produk. Sebelum
perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak
Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan
UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.
1.1. Sejarah
Pengaturan Desain Industri
Pengaturan tentang Desain
Industri dikenal pada abad ke-18 terutama di Inggris karena adanya Revolusi
Industri. Desain Industri awalnya berkembang pada sektor tekstil dan kerajinan
tangan yang dibuat secara massal. UU pertama yang mengatur mengenai Desain
Industri adalah "The designing and
printing of linens, cotton, calicoes and muslin act" sekitar tahun
1787. Pada saat ini Desain Industri hanya dalam bentuk 2 Dimensi. Sedangkan
Desain Industri dalam bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur melalui Sculpture Copyright Act 1798
pengaturannya masih sederhana hanya meliputi model manusia dan binatang. Lalu
pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris
Convention for the Protection of Industrial Property (Paris Convention). Amanat pada pasal 5 Paris Convention menyatakan
bahwa Desain Industri harus dilindungi di semua negara anggota Paris Convention.
1.2. Hak
Eksklusif
Hak
eksklusif adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegang hak desain industri untuk dalam jangka waktu
tertentu melaksanakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk melaksanakannya.
1.3. Syarat-Syarat Perlindungan Desain Industri
Hak Desain Industri diberikan untuk desain industri yang baru,
Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri
tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun
terdapat kemiripan. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah
pengungkapan desain industri yang sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
a)
Tanggal penerimaan.
b)
Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan
dengan hak prioritas.
c)
Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau
luar Indonesia.
Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya,
desain industri tersebut, yaitu:
1)
Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional
ataupun internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui
sebagai resmi.
2)
Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam
rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Selain itu, Desain Industri tersebut tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau
kesusilaan.
1.4. Lingkup Hak Desain Industri
Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eklusif untuk
melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Sedangkan Lingkup Desain
Industri yang dilindungi adalah sebagai berikut:
1.
Desain industri yang baru.
2.
Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan
yang berlaku, ketertiban umum, agama dan kesusilaan.
1.5. Bentuk
dan Isi Perjanjian Lisensi
Perjanjian lisensi adalah perjanjian
untuk menggunakan manfaat ekonomi dari hak
tersebut dan bukan memperalihkan hak milik atas
desain industri. Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam
daftar umum desain industri. Bila tidak
dicatatkan dalam daftar tersebut tidak berlaku
bagi pihak ketiga. Pada
dasarnya bentuk dan isi perjanjian lisensi ditentukan sendiri oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan bersama, namun tidak boleh memuat ketentuan yang
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti ketentuan yang
dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Waralaba
Di Indonesia, sistem
waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer
kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada
tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu
franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk
memproduksi produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka
persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang
mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat
bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang
pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba
di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16
tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No. 42
tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang
mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1)
Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan
Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
2)
Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
3)
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang
Paten.
4)
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek.
5)
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang.
Banyak orang masih
skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia.
Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba
jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji
sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang
berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan
bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau
menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau
sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada
beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha
Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi
Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain
IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan
lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala
mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain
International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra), Franchise License
Expo Indonesia (Panorama convex), Info Franchise Expo (Neo dan Majalah
Franchise Indonesia).
3. Desain Tata Letak Sirkuit
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru
dibidang HAKI, yaitu:
1.
UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
2.
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri.
3.
UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pada point ke tiga UU No. 32 tahun 2000 mengatur tentang
perlindungan hak cipta dari desain tata letak sirkuit terpadu. Dimana setiap
hasil karya dari setiap masing-masing orang haruslah memiliki desain tata letak
sirkuit yang berbeda, sperti desain layout
motherboard merk Asus harus berbeda dengan desain layout motherboard merk Intel begitu juga dengan merk-merk lainnya.
Karena setian desain tata letak sirkuit yang diciptakan akan mendapatkan
perlindungan hak cipta.
Sumber:
1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industri
3.
http://lemlit.ac.id/makalahhki/desain.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar